Contoh Soal PPh 21 (Pajak Penghasilan)

cara menghitung perhitungan pasal tarif pph 21 lapor pph final pasal 4 ayat 2

Download Aplikasi izinesia untuk memudahkan cara menghitung tarif pajak

aplikasi pembukuan toko jasa konsultan pengurusan pajak murah konsultasi pendampingan perhitungan pelaporan pribadi badan hukum pkp pt cv umkm yayasan terbaik jakarta bandung bogor tangerang bekasi banten

Apa Itu PPh 21?

Sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan ( PPh ), yakni No. 36/2008 yang merupakan perubahan keempat UU PPh No. 7/1983, pengertian PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.

Penghasilan yang dimaksud bisa berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain.

Mengacu Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-32/PJ/2016, batas penghasilan yang dikenakan pajak adalah di atas Rp4,5 juta per bulan atau lebih dari Rp54 juta setahun.

Ini berlaku untuk karyawan tetap maupun karyawan tidak tetap.

Sedangkan bagi tenaga kerja lepas (pekerja bebas) yang menerima imbalan tidak bersifat berkesinambungan, batas penghasilan yang dikenakan pajak (PPh 21) adalah lebih dari Rp450 ribu sehari atau di atas Rp4,5 juta sebulan.

Tarif PPh 21 bagi pekerja lepas ini sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto

Namun kali ini yang dibahas adalah tentang PPh 21 karyawan, yang artinya bukan merupakan pekerja lepas

Ketahui penghitungan PPh 21 karyawan dan cara pembayaran pajak bagi perusahaan yang memotong PPh Pasal 21 karyawan sebagai Wajib Pajak Badan yang telah memungut PPh 21.

Contoh,

Pak Shadi karyawan di PT XYZ dan memiliki total gaji atau penghasilan bruto sebesar Rp20.000.000 per bulan. Maka, besar biaya jabatan yang harus dikeluarkan Pak Shadi atau yang dipotong PT XYZ setiap bulannya adalah:

= Gaji Bruto x Biaya Jabatan

= Rp20.000.000 x 5%

= Rp1.000.000

Namun, karena maksimal biaya jabatan sesuai ketentuan DJP itu hanya Rp500.000 sebulan, maka biaya jabatan yang dipotong dari gaji Pak Shadi ini bukan Rp1.000.000 melainkan hanya Rp500.000 saja.

BPJS Ketenagakerjaan adalah program jaminan sosial diselenggarakan oleh pemerintah.

Iuran BPJS Ketenagakerjaan merupakan biaya yang harus dibayarkan oleh perusahaan/pemberi kerja dan karyawan yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.ini.

Perusahaan yang mendaftarkan karyawannya sebagai peserta BPJS, akan menanggung sebagian persentase tarif iuran BPJS Ketenagakerjaan ini.

Sedangkan beberapa persentase lainnya dibebankan pada karyawan.

Rincian iuran yang harus dibayarkan dari program BPJS Ketenagakerjaan ini adalah:

Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) => Karyawan membayar 0,24% – 1,74% dan Perusahaan menanggung 1%
Jaminan Kematian (JK) => Karyawan membayar 0,3% dan Perusahaan menanggung Rp6.800
Jaminan Hari Tua (JHT) => Karyawan membayar 5,7% dan Perusahaan menanggung 2%
Jaminan Pensiun (JP) => Karyawan membayar 1% dan Perusahaan menanggung 2%
Jumlah persentase iuran BPJS Ketenagakerjaan itu dikalikan dengan jumlah gaji,

4. BPJS Kesehatan
Komponen dalam penghitungan PPh 21 berikutnya adalah iuran BPJS Kesehatan.

BPJS Kesehatan adalah program jaminan kesehatan yang juga diselenggarakan oleh pemerintah.

Jumlah iuran BPJS Kesehatan ini juga ditanggung oleh perusahaan dan juga karyawan itu sendiri.

Besar iuran BPJS Kesehatan adalah 5% dari penghasilan karyawan setiap bulannya, dengan ketentuan 4% ditanggung perusahaan dan 1% dibayar oleh karyawan peserta BPJS Kesehatan ini.

Besar PTKP yang Jadi Hak Karyawan dalam PPh 21

Harus dipahami juga dalam penghitungan PPh Pasal 21 karyawan ini juga ada yang namanya Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP ) sebagai hak karyawan dari pemerintah.

Artinya, ada sejumlah nilai dari penghasilan karyawan itu tidak dikenakan pajak.

Jadi, setelah gaji dikurangi dengan PTKP, hasilnya akan diketahui besar Penghasilan Kena Pajaknya.

Pengertian Penghasilan Kena Pajak adalah jumlah upah karyawan/pekerja yang akan dikenakan PPh 21 setelah dikalkulasikan dengan tunjangan, biaya jabatan, BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, dan lainnya.

Besar PTKP bisa berubah-ubah setiap tahunnya tergantung dari kebijakan pemerintah yang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai aturan pelaksana dari UU PPh.

Besarnya PTKP sesuai PMK No. 101/PMK/2016 adalah:

Rp54.000.000 per tahun => PTKP untuk WP Orang Pribadi

Rp4.500.000 per tahun => Tambahan PTKP untuk WP yang menikah (Tanpa Tanggungan

Rp4.500.000 per tahun => Tambahan PTKP untuk setiap keluarga sedarah atau anak yang menjadi tanggungan

Rp54.000.000 per tahun => PTKP untuk istri yang penghasilannya digabung dengan suami

PTKP Pria/Wanita Lajang PTKP Pria/Wanita Kawin PTKP Suami-Istri Digabung

TK/0 = Rp54.000.000 K/0 = Rp58.500.000 K/I/0 = Rp112.500.000

TK/1 = Rp58.500.000 K/1 = Rp63.000.000 K/I/1 = Rp117.000.000

TK/2 = Rp63.000.000 K/2 = Rp67.000.000 K/I/2 = Rp121.500.000

TK/3 = Rp67.500.000 K/3 = Rp72.000.000 K/I/3 = Rp126.000

Keterangan Tabel:

PTKP Wajib Pajak Orang Pribadi Tidak Kawin (TK)

TK/0 = Tanpa Tanggungan

TK/1 = Punya 1 Tanggungan

TK/2 = Punya 2 Tanggungan

TK/3 = Punya 3 Tanggungan

PTKP Wajib Pajak Orang Pribadi Kawin (K)

K/0 = Tanpa Tanggungan

K/1 = Punya 1 Tanggungan

K/2 = Punya 2 Tanggungan

K/3 = Punya 3 Tanggungan

PTKP Wajib Pajak Orang Pribadi dengan Penghasilan Istri Digabung Suami (K/I)

K/I/0 = Tanpa Tanggungan

K/I/1 = Punya 1 Tanggungan

K/I/2 = Punya 2 Tanggungan

K/I/3 = Punya 3 Tanggungan

 

jasa konsultan pengurusan pajak pribadi umkm badan hukum pembuatan pendirian pt cv yayasan koperasi pendaftaran merek izinesia pajaknesia

Metode Penghitungan PPh 21 Karyawan
Setelah mengetahui komponen penghitungan PPh 21 karyawan, kemudian besar PTKP sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak, dan tarif progresif untuk mengetahui PPh terutang yang harus disetor ke kas negara, berikutnya ketahui pula metode penghitungan PPh 21 karyawan.

Metode penghitungan yang digunakan untuk mengenakan PPh dari gaji karyawan ini akan memengaruhi jumlah penghasilan yang akan diterima sang pekerja.

Berikut tiga metode penghitungan pajak penghasilan dari gaji yang akan diterima karyawan:

1. Metode ‘Nett’
Penghitungan PPh dengan metode neto (net) adalah pemotongan pajak yang dilakukan perusahaan, dimana perusahaanlah yang menanggung pajak karyawan tersebut.

Artinya, gaji yang diterima karyawan sudah bersih atau tidak termasuk yang akan dipotong pajak penghasilan.

Singkatnya, menghitung PPh 21 dengan menggunakan metode Nett adalah pemotongan pajak di mana perusahaan yang menanggung pajak karyawannya.

Contoh,

Pak Kelik seorang lajang yang melamar kerja di PT AAA. Dia mengajukan gaji sebesar Rp10.000.000 Nett dan perusahaan menyetujuinya.

Sehingga potongan PPh 21 yang dikenakan pada Pak Kelik dari penghitungan jumlah gaji tersebut adalah di luar dari jumlah nominal Rp10.000.000 itu.

Artinya, PPh 21 dari perhitungan nilai gaji Rp10.000.000 ditanggung oleh perusahaan yang mempekerjakan Pak Kelik.

Ilustrasi penghitungan metode Nett,

Ilustrasi tanpa penghitungan pengurang dari tunjangan, BPJS dan lainnya.

Gaji Pokok setahun = Rp10.000.000 x 12 bulan = Rp120.000.000
Biaya Jabatan setahun = 5% x Rp10.000.000 = Rp500.000 sebulan
= Rp500.000 x 12 bulan = Rp6.000.000 (-)
Penghasilan Neto = Rp119.000.000
PTKP (TK/0) = Rp54.000.000 (-)
Penghasilan Kena Pajak = Rp65.400.000
PPh 21 Terutang:
5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000
15% x Rp16.400.000 = Rp2.310.000 (+)
PPh 21 Terutang setahun = Rp4.810.000
PPh 21 Terutang sebulan = Rp4.810.000 / 12 bulan = Rp400.833
Gaji yang diterima per bulan = Rp400.833 dibayarkan oleh perusahaan

2. Metode ‘Gross’

Kebalikan dari penghitungan PPh dengan metode gross (bruto) adalah cara menghitung pajak penghasilan yang secara keseluruhan dibebankan pada gaji yang seharusnya diterima karyawan.

Jadi, gaji yang akan diterima karyawan setiap bulannya tersebut belum termasuk potongan pajak penghasilan.

Singkatnya, menghitung PPh 21 dengan menggunakan metode Gross adalah pemotongan pajak penghasilan di mana karyawan yang menanggung pajaknya.

Contoh,

Pak masih lajang dan melamar kerja di PT BBB dan perusahaan memberikan gaji Rp10.000.000 gross.

Maka potongan PPh 21 yang dihitung dari jumlah nominal nominal tersebut akan dibebankan atau diambil dari nilai Rp10.000.000 itu.

Dengan demikian, PPh 21 dari perhitungan nilai gaji Rp10.000.000 itu ditanggung oleh Pak Kelik yang akan mengurangi jumlah nominal gaji yang akan diterimanya.

Ilustrasi penghitungan metode gross,

Ilustrasi tanpa penghitungan pengurang dari tunjangan, BPJS dan lainnya.

Gaji Pokok setahun = Rp10.000.000 x 12 bulan = Rp120.000.000

Biaya Jabatan setahun= 5% x Rp10.000.000 = Rp500.00 sebulan

= Rp500.000 x 12 bulan = Rp6.000.000 (-)

Penghasilan Neto Setahun = Rp119.400.000

PTKP (TK/0) = Rp54.000.000 (-)

Penghasilan Kena Pajak = Rp65.400.000

PPh 21 Terutang:

5% x Rp50.000.000= Rp2.500.000

15% x Rp15.400.000= Rp2.310.000 (+)

PPh 21 Terutang setahun = Rp4.810.000

PPh 21 Terutang sebulan = Rp4.810.000 / 12 bulan = Rp400.833

Gaji yang diterima sebulan = Rp10.000.000 – Rp400.833

3. Metode ‘Gross Up’
Cara menghitung pajak penghasilan dengan metode gross up ini artinya memberikan tunjangan kepada karyawan sejumlah potongan pajak yang ditentukan.

Sehingga penghitungan PPh 21 metode Gross Up ini terbilang lebih rumit dibanding metode Nett ataupun Gross, karena metode penghitungannya didasarkan pada jumlah tunjangan yang sama besar dengan jumlah pajak yang dipotong dari karyawan.

Contoh,

Pak Kelik melamar kerja di PT CCC dan masih lajang dengan kesepakatan gaji adalah Rp10.000.000 dengan metode Gross Up. Ada biaya jabatan dan tunjangan pajak.

Maka, penghasilan yang akan diterima Pak Kelik nantinya mengikuti jumlah tunjangan pajak yang diberikan perusahaan berdasarkan lapisan penghitung yang digunakan untuk menentukan jumlah mendapatkan jumlah tunjangan pajak tersebut.

Tunjangan Pajak ini dihitung berdasarkan besar Penghasilan Kena Pajak dengan mengikuti formula Lapisan Penghasilan Kena Pajak, yaitu:

Lapisan 1 => Penghasilan Kena Pajak Rp0 – Rp47.500.000 (Penghasilan Kena Pajak setahun – 0) x 5/95 + 0
Lapisan 2 => Penghasilan Kena Pajak Rp47.500.000 – Rp217.500.000 (Penghasilan Kena Pajak setahun – Rp47.000.000 (Penghasilan Kena Pajak setahun – Rp217.500.000) x 15/85 + Rp2.500.000
Lapisan 3 => Penghasilan Kena Pajak lebih dari Rp217.500.000 (Penghasilan Kena Pajak setahun – Rp405.000.000 (Penghasilan Kena Pajak setahun – Rp217.500.000) x 25/75 + 32.500.000
Lapisan 4 => Penghasilan Kena Pajak lebih dari Rp405.000.000 (Penghasilan Kena Pajak setahun – Rp405.000.000) x 30/70 + Rp95.000.000
Ilustrasi penghitungan metode Gross Up,

Berikut ilustrasi cara menghitung gaji dengan metode gross up dari gaji Pak Kelik yang sebesar Rp10.000.000 per bulan yang masih berstatus tidak kawin dan tanpa tanggungan (TK/0):

Gaji Pokok setahun = Rp10.000.000 x 12 bulan = Rp120.000.000
Biaya Jabatan setahun = Rp10.000.000 x 5% = Rp500.000 (sebulan)
= Rp500.000 x 12 bulan = Rp6.000.000 (-)
Penghasilan Neto setahun = Rp114.000.000
PTKP (TK/0) = Rp54.000.000 (-)
Penghasilan Kena Pajak = Rp60.000.000
Lapisan 2 = Rp60.000.000 – Rp47.500.000 x 15/85 + Rp2.500.000 = Rp4.705.882
Tunjangan Pajak sebulan = Rp4.705.882 / 12 bulan = Rp392.156
Penghasilan Pokok: = (Gaji Pokok + Tunjangan PPh 21)
= Rp10.000.000 + Rp392.156 = Rp10.392.156
Penghasilan Bersih sebulan = (Gaji Pokok – Biaya Jabatan sebulan)
= Rp10.392.156 – Rp500.000 = Rp9.892.156
Penghasilan Bersih setahun = Rp10.392.156 x 12 bulan = Rp118.345.872
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Bersih – PTKP
= Rp118.345.872 – Rp54.000.000 = Rp64.345.872
PPh 21 Terutang:
5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000
15% x Rp14.345.872 = Rp2.151.880,8 (+)
= Rp4.651.880,8
PPh 21 Terutang sebulan = Rp4.651.880,8 / 12 = Rp387.656,7
Gaji yang diterima = Rp10.000.000 – Rp387.656,7 = Rp9.612.343,3

Penghitungan PPh 21 Karyawan Harian atau Pekerja Lepas
Status karyawan atau Pekerja Harian Lepas (PHL) yang dasar hukumnya diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI nomor Kep-100/Men/Vi/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

Kepmen ini merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

Namun, ketentuan dalam UU 13/2003 ini telah direvisi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang memuat beberapa klaster, salah satunya Klaster Ketenagakerjaan.

UU Cipta Kerja resmi diundangkan dan berlaku pada 2 November 2020.

Dalam UU Cipta Kerja ini diatur kembali ketentuan mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ( PKWT ) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu ( PKWTT ).

Punya Kewajiban PPh 21

Pekerja yang berstatus karyawan harian atau pekerja lepas juga memiliki kewajiban Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.

PPh 21 karyawan harian lepas ini dihitung berdasarkan upah harian dan jumlah akumulasi upah harian yang diterima dalam satu bulan ( Masa Pajak ).

1. Tidak Dikenakan PPh 21
Karyawan harian lepas yang dikenakan PPh 21 jika:

Upah > Rp450.000 sehari
Jumlah upah kumulatif > Rp4.500.000 sebulan
2. Dikenakan PPh 21
Karyawan harian lepas yang tidak dikenakan PPh 21 adalah:

Jika upah < Rp450.000 sehari
Jumlah upah kumulatif < Rp4.500.000
Tarif PPh 21 karyawan harian lepas berdasarkan tarif pajak progresif Pasal 17 ayat (1) UU PPh sebagai Dasar Pengenaan Pajak ( DPP ).

Jumlah Penghasilan Harian Penghasilan Kumulatif Sebulan Tarif dan DPP
< Rp450.000 < Rp4.500.000 Tidak Dipotong PPh 21
> Rp450.000 < Rp4.500.000 5% x (Upah – Rp450.000)
< Rp450.000 > Rp4.500.000 5% x (Upah – PTKP: 360)
> Rp450.000 > Rp4.500.000 5% x (Upah – PTKP: 360)
< Rp450.000 > Rp10.200.000 Tarif progresif UU PPh Pasal 17
> Rp450.000 > Rp10.200.000 Tarif progresif UU PPh Pasal 17   

Cara Hitung PPh 21 Kenaikan Gaji
Pak Shadi merupakan karyawan tetap di PT XYZ dengan gaji pada Januari 2020 sebesar Rp10.000.000 dan iuran pensiun Rp400.000. Pak Shadi sudah menikah tapi belum punya anak. Kemudian pada Juli Pak Shadi mendapatkan kenaikan gaji sebesar Rp2.000.000 dan iuran pensiun naik jadi Rp480.000.

Maka, PPh 21 yang harus dibayar Pak Kelik atau dipotong perusahaan pada saat pembayaran gaji Juli adalah:

Gaji Pokok setahun = Rp10.000.000 x 12 bulan = Rp120.000.000
Biaya Jabatan sebulan = 5% x Rp10.000.000 = Rp500.000
· Biaya Jabatan setahun = Rp500.000 x 12 bulan = Rp5.000.000
Iuran Pensiun setahun = Rp400.000 x 12 bulan = Rp4.800.000 (-)
Penghasilan Neto Setahun = Rp110.600.000
PTKP (K/0) = Rp58.500.000 (-)
Penghasilan Kena Pajak = Rp51.700.000
PPh 21 Terutang:
5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000
15% x Rp1.700.000 = Rp255.000 (+)
PPh 21 Terutang setahun = Rp2.755.000
PPh 21 Terutang sebulan = Rp2.755.000 / 12 bulan = Rp229.583
Gaji diterima sebulan (Januari-Juni) = Rp10.000.000 – Rp229.583 = 9.770.416
Gaji mulai Juli 2020
Gaji Pokok setahun = Rp10.000.000 + Rp2.000.000 x 12 = Rp144.000.000
Biaya Jabatan setahun = 5% x Rp12.000.000 x 12 = Rp7.200.000
Iuran Pensiun setahun = Ro480.000 x 12 = Rp5.760.000 (-)
Penghasilan Neto = Rp131.040.000
PTKP (K/0) = Rp58.500.000 (-)
Penghasilan Kena Pajak = Rp72.540.000
PPh 21 Terutang:
5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000
15% x Rp22.540.000 = Rp3.381.000 (+)
PPh Terutang disetahunkan = Rp5.881.000
PPh Terutang sebulan = Rp5.881.000 / 12 = Rp490.083
Gaji yang diterima = Rp12.000.000 – Rp490.083.

 

Open chat
1
Salam Hormat Kami pajaknesia.id